Sunday, October 22, 2006

Belajar Hidup Bersama Dalam Damai

Mutiara Pemikiran Syaykh Al-Zaytun (6)
Oleh : Ch. Robin Manulang*)

Dalam dunia kontermporer (kini) sudah sangat sering terjadi dunia kekerasan yang luar biasa. Karena itu, perlu dirancang suatu bentuk pendidikan untuk belajar hidup bersama dalam damai dan harmoni. Suatu bentuk pendidikan penegmbangan belajar hidup bersma dengan orang lain, dengan semangat menghormati niali-nilai pluralisme dan kebutuhan untuk saling pengertian, toleransi dan perdamaian. Proses belajar bersama yang akan memungkinkan terhindarnya pertikaian dan/atau memungkinkan penyelesaian pertikaian secara damai.

Belajar hidup bersama yang memerlukan suatu proses yang dinamis, holistik, sepanjang hayat melibatkan penduduk warga bangsa dari semua segmen masyarakat. Bentuk pendidikan hidup bersama dalam damai dan harmoni inilah yang diejawantahkan di Al-Zaytun sebagai pusat pendidikan dan pengembangan Budaya Toleransi dan Perdamaian.

Salah satu visi Syaykh Al-Zaytun Abdussalam Panji Gumilang dalam rangka kehidupan bersama untuk masa depan sebagai warga bangsa dan umat manusia adalah hendaklah sikap dan tindakan kita mencerminkan penghapusan semua bentuk diskriminasi, serta menegakkan perlindungan hak asasi manusia dan demokrasi. Juga mencerminkan sikap dan tindakan pembangunan yang adil berimbang, manusiawi dan berkelanjutan, perlindungan lingkungan serta perpaduan nilai-nilai kemanusiaan kontemporer dan tradisional.

Menurut Syaykh Panji Gumilang, tatkala kita berpegang pada visi tersebut, kita rasakan bahwa modernisasi dan urbanisasi yang sangat pesat dewasa ini merupakan problem-problem yang kita hadapi, karena keberhasilan ekonomi dan teknologi jauh lebih cepat dari pada pembangunan sosial dan budaya.

Tokoh pemangku pendidikan ini melihat, pendidikan yang sesungguhnya memaninkan peranan yang fundamental untuk pembangunan pribadi dan sosial, telah dimanfaatkan hanya untuk menciptakan angkatan kerja terampil yang berakibat mengorbankan dan mengabaikan atas pembangunan seluruh pribadi. “Tujuan-tujuan jangka panjang dari nilai-nilai manusia dan prinsip-prinsip moral cenderung menjadi kurang penting pada waktu mereka harus bersaing dengan pertimbangan-pertimbangan ekonomis yang bersifat lebih segera,” keluh pelopor pendidikan terpadu itu.

Tokoh toleransi dan perdamaian ini menegaskan, kita sebagai warga bangsa yang masih dalam proses demokratisasi harus memiliki tekad yang sungguh-sungguh dalam menyebar-luaskan prinsip-prinsip nilai-nilai universal, seperti hak-hak asasi manusia untuk semua dan dalam promosi budaya toleransi dan perdamaian. Untuk tujuan ini, tegasnya, Al-Zaytun sebagai pusat pendidikan, selalu menjadikan perhatian dan perioritas yang lebih besar pada pendidikan untuk perdamaian, hak asasi manusia dan demokrasi.

Pendiri dan pemimpin Al-Zaytun itu yakin, bahwa perubahan-perubahan dan tantangan-tantangan masa depan memerlukan pengertian yang lebih baik dari banyak orang bahkan dari seluruh dunia, dan bahwa hal itu juga menuntut damai dan harmonis. “Kita harus menekankan pada dimensi-dimensi kemanusia, budaya, dan internasional dalam melengkapi setiap pribadi untuk menjawab setiap kebutuhan-kebutuhan abad XXI ini”, kata alumni Pondok Pesantren Gontor itu.

Pondasi Pendidikan

Pendiri Yayasan Pesantren Indonesia itu menegaskan, kita harus memberikan aksentuasi bahwa setiap orang haruslah diperlengkapi untuk merebut kesempatan-kesempatan belajar sepanjang hayat, baik untuk memperluas pengetahuan, keterampilan dan sikap maupun untuk menyesuaikan diri pada dunia yang sedang dan terus berubah, rumit dan independen.

Menurut putera bangsa kelahiran Gresik, 30 Juli 1946 itu, sendi pendidikan yang mesti ditegakkan adalah : Belajar mengetahui, yakni memperoleh instrumen-instrumen pengertian; Belajar berbuat, sehingga seseorang mampu bertindak secara kreatif di lingkungannya; Belajar hidup bersama, hingga dapat berperan serta dan bekerja sama dengan orang-orang lain dalam semua kehidupan manusia; Belajar menjadi seseorang, sehingga mampu mengembangkan kepribadian yang lebih baik dan bertindak dengan mandiri dengan keputusan dan tanggung jawab pribadi yang lebih besar.

Syaykh Al-Zaytun mengingatkan, pendidikan tidak boleh mengabaikan aspek manapun dari potensi seseorang : ingatan, penalaran, rasa estetik, kemampuan fisik dan keterampilan komunikasi.

Dari empat sendi pendidikan tersebut, Syaykh Panji Gumilang meletakkan tekanan yang lebih besar pada sendi belajar hidup bersama yang dia anggap sebagai pondasi pendidikan. Pencapaiannya, dengan mengembangkan suatu pengertian tentang orang-orang lain dan sejarah tradisi dan nilai-nilai trandisional mereka. “Berdasarkan hal ini, kita dapat menciptakan semangat baru yang dibimbing oleh pengakuan tentang iterdependensi kita yang progresif dan analitis bersama tentang risiko-risiko dan tantangan-tantangan masa depan,” jelasnya.

Menurut suami dari Ibu Khotimah Rahayu, itu belajar hidup bersama adalah satu dari isu-isu pendidikan sekarang ini, karena dunai kontemporer (kini) sudah sangat sering menjadi dunia kekerasan. Memang, ujarnya pertikaian terlah terjadi sepanjang sejarah umat manusia, namun faktor-faktor baru telah menambah risiko, khususnya kemampuan yang luar biasa untuk penghancuran kemanusiaan itu sendiri yang diciptakan selama abad yang lalu dan terus dilanjutkan di abad ini. “Oleh karena itu, kita percaya akan perlunya dirancang suatu bentuk pendidikan yang akan memungkinkan terhindarnya pertikaian-pertikaian atau penyelesaiannya secara damai melalui pengembangan belajar hidup bersama dengan orang-orang lain, dengna mengembangkan suatu semangat menghormati nilai-nilai pluralisme dan kebutuhan untuk saling pengertian, toleransi, dan perdamaian,” tegasnya.

Belajar Hidup Bersama

Di tengah perubahan global yang cepat, Indonesia dengan ciri-cirinya yang unik dalam pengertian kebudayaan, penduduk dan kondisi sosio-ekonomik, menurut Syaykh Panji Gumilang tengah menghadapi tantangn yang meningkat yang menuntut perhatian segera dan mendasar. Tantangan-tantangan ini terkait dengan isu-isu perdamaian, hak asasi manusia, demokrasi, dan pembangunan berkelanjutan. Untuk dapat menyelesaikan isu-isu ini, kata Syaykh Al-Zaytun, kita sebagai penduduk Indonesia dan penduduk dunia hendaklah dapat menerima perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh bangsa ini dan segera mulai berusaha atas dasar persamaan-persamaan untuk kelangsungan hidup kemanusiaan, berbangsa dan bernegara.

Kekuatan-kekuatan yang sudah dibangun oleh negara kita selama bertahun-tahun hendaklah dapat menjadi kekayaan fundamental untuk berbagi (share out), peduli (care about), membantu dan bekerja bersama ke arah pemeliharaan perdamaian, perlindungan hak-hak asasi manusia, mengembangkan demokrasi dan mempercepat pembangunan di dalam mengerjar tujuan-tujuan bersama kemanusiaan, berbangsa dan bernegara.

Sebagai bangsa Indonesia, Syaykh menegaskan, kita harus selalu belajar hidup bersama berdasarkan saling menghormati dan memahami, saling membantu, berbagi dan peduli untuk kemanfaatan dan keuntungan semua. Belajar hidup bersama memerlukan suatu proses yang dinamis, holistik, sepanjang hayat melibatkan penduduk warga bangsa bagi semua segmen masyarakat.

Jika semua kualitas yang melekat pada pengertian belajar hidup bersama itu sudah diperhatikan dan dipertimbangkan, kata Syaykh, maka pendidikan untuk meraih perdamaian, hak-hak asasi manusia, demokrasi, dan pembangunan berkelanjutan sudah pasti merupakan suatu proses holistik yang saling terkait.

Menurut Syaykh, pembangunan berkelanjutan yang meliputi semua aspek kehidupan manusia tidak dapat dicapai tanpa perdamaian. Perdamaian tidak mungkin dicapai tanpa demokrasi. Akan sulit meraih demokrasi dimana pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia masih terjadi.

Tujuan Pendidikan

Dia menegaskan bahwa pendidikan untuk perdamaian, hak-hak asasi manusia, demokrasi, dan pembangunan berkelanjutan berarti pembangunan suatu kesadaran atas nilai-nilai universal. Namun, katanya, nilai-nilai ini hendaklah dipahami dalam konteks berbagai kebudayaan yang kita miliki.

Untuk tujuan ini, tegasnya, pendidikan harus mempersiapkan setiap orang dengan keterampilan-keterampilan yang memampukan yang bersifat hakiki untuk pengelolaan kehidupan dalam dunai yang terus berubah secara cepat.

Dengan konsisten atau taat asas atas hal itu, Syaykh Al-Zaytun menyebut beberapa tujuan pendidikan untuk perdamaian, hak asasi manusia, demokrasi dan pembangunan berkelanjutan. Yakni : mengembangkan cinta untuk kemanusiaan dan lingkungan : menciptakan kesadaran tentang pentingnya hidup dalam harmoni seorang dengan yang lain dan dengan lingkungan; mengembangkan dalam diri orang-perorang, keterampilan komunikasi antar pribadi dalam rangka promosi pengertian, kesadaran menerima dan toleransi; memampukan orang-perorang untuk untuk memberi dan menerima; dan menciptakan kesadaran tentang keunikan orang-perorang dalam konteks sosio-budaya mereka.

Juga mengembangkan kualitas hubungan-hubungan manusia melalui kesadaran atas martabat dan persamaan, saling mempercayai, dan penghargaan atas keyakinan dan kebudayaan orang-orang lain; promosi peran serta aktif dalam semua aspek kehidupan sosial, dan untuk menjamin kebebasan ekspresi (ungkapan), keyakinan, dan beribadat; dan mengembangkan pembuatan keputusan demokrasi yang efektif yang akan mengarah pada keadilan dan perdamaian.

Selain itu, juga menciptakan kesadaran tentang kebutuhan akan kebebasan dan kemandirian orang-perorang dengan penuh tanggung jawab; mengembangkan keterampilan penalaran, memampukan warga belajar untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan dan informasi; dan menciptakan kesadaran akan lingkungan yang akan mengembangkan pembangunan berkelanjutan dan kontinuitas ras manusia.

Syaykh Al-Zaytun menegaskan, belajar hidup bersama dalam perdamaian, hak-hak asasi manusia, mempraktekan demorasi dan mencapai pembangunan berkelanjutan, memerlukan pendekatan yang masuk akal dan terpadu untuk menjamin keterlibatan warga belajar yang mempunyai dampak pada setiap aspek warga belajar sebagai perorangan.

Nilai-nilai Inti

Syaykh menyebut empat nilai init yakni, perdamaian, hak-hak asasi manusia, demokrasi, dan pembangunan berkelanjutan, merupakan fungsi sentral pada tema “ Belajar untuk hidup bersama dalam damai dan harmoni”.

Perdamaian : adalah kebenaran yang tidak dapat disangkal, bahwa seseorang tidak dapat memberikan sesuatu yang ia tidak punyai. Sebaliknya, seseorang tidak dapat berdamai dengan orang-orang lain dan dunia jika ia tidak berdamai dengan dirinya sendiri. “Perdamaian mulai dengan kita masing-masing. Melalui pemikiran yang tenang dan sungguh-sungguh tentang maknanya, maka cara-cara baru dan kreatif dapat ditemukan untuk mengembangkan pengertian, persahabatan, dan kerjasama antar semua manusia,” kata Syaykh mengutip ungkapan Sekjen PBB, 9-1986.

Dalam dunia sekarang ini, perdamaian merupakan barang yang jarang. Ini terbukti dari kecemasan orang-perorang dan melalui kurangnya pengertian yang layak antar manusia berbagai negara dan komunitas maupun masyarakat.

“Suatu kebudayaan perdamian diperlukan untuk kehidupan bersama yang bermakna. Di dalam dunia dimana kemajemukan besar dalam tata cara pribadi, sosial dan budaya tentang keberadaan dan kehidupan, maka pemilikan nilai-nilai manusia yang penting dapat mengatasi perbedaan-perbedaan ini dan menjamin perdamaian dan solidaritas,” jelas Syaykh.

Menurut Syaykh, proses pembangunan budaya perdamaian maupun perdamaian itu sendiri dimulai dari dalam hati setiap orang. Jika hal ini dapat dibagikan dengan kelompok-kelompok dan kebudayaan lain maka hal itu dapat menimbulkan perdamaian.

Dia menyebut ambang pintu perdamaian adalah toleransi. Belajar untuk hidup bersama dalam damai dan harmoni itu meliputi toleransi. Toleransi : adalah penghormatan, kesediaan menerima, dan penghargaan atas keaneka-ragaman kebudayaan dunia kita, bentuk-bentuk ungkapan kita dan tata cara menjadi manusia. Menurutnya, hal itu dikembangkan oleh pengetahuan, keterbukaan, komunikasi, kebebasan pemikiran, kata hati dan keyakinan.

Toleransi adalah harmoni dalam perbadaan,” kata Syaykh Al-Zaytun. Hal itu, katanya, bukan hanya tugas moral, tapi juga persyaratan politik dan hukum. “Toleransi, kebajikan yang memungkinkan perdamaian, memberi kontribusi pada penggantian kebudayaan perang oleh kebudayaan damai,” jelas Syaykh mengutip Deklarasi tentang prinsip-prinsip toleransi, Konferensi Umum UNESCO, November 1995.

Toleransi adalah kunci koneksistensi damai. Penduduk yang damai adalah penduduk yang toleran. Mereka mengakui dalam lubuk hati yang dalam tentang keunikan dan keragaman yang dimiliki oleh setiap orang, dan perbedaan-perbedaan dapat melengkapi dan bukan membagi-bagi.

“Pertikaian dan salah pengertian dapat saja terjadi, namun manusia toleran mampu mengubah kondisi-kondisi ini menjadi positif dengan mengembangkan kemampuan untuk menghentikan perasaan yang panas,” kata Syaykh.

Dia menegaskan bahwa toleransi bukanlah pemberian, bukan sikap acuh tak acuh. Toleransi adalah pengetahuan tentang orang lain. Hal itu adalah saling menghormati melalui saling memahami. Menurutnya, manusia tidaklah keras karena alamnya. “ Ketidak-toleran tidaklah ada dalam gen-gen kita. Rasa takut dan kebodohan adalah akar penyebab ketidak-toleranan dan polanya dapat tertanam pada jiwa manusia mulai usia dini,” jelasnya.

Hak-hak Asasi Manusia : Semua hak asasi manusia adalah universal, tidak terbagi, interdependen, dan saling terkait. Menurut Syaykh, pendidikan adalah alat yang paling efektif untuk pengembangan nilai-nilai yang berhubungan. Pendidikan hak-hak asasi manusia haruslah mengembangkan kemampuan untuk menilai kebebasan pemikiran, katahati, dan keyakinan; kemampuan untuk menilai kesamaan, keadilan dan ras cinta; dan suatu kemampuan untuk mengasuh dan melindungi hak-hak anak, kaum wanita, kaum pekerja, minoritas etnik, kelompok-kelompok yang tak beruntung dan lain-lain.

Kata Syaykh, pendidikan hak-hak asasi manusia ditujukan pada pengembangan di dalam diri setiap orang suatu kesadaran atas nilai-nilai universal dan jenis-jenis tingkah laku dimana suatu kebudayaan tentang hidup bersama dalam damai dapat dijelaskan.

Demokrasi : Menurut Syaykh, dunia sekarang telah menyaksikan penyebaran demokrasi sebagai bentuk pemerintah yang logis. Kecenderungan ini sudah menjadi lebih nyata di tahun-tahun sekarang ini. Demokrasi menambah pembangunan berbagai aspek potensi manusiawi melalui persamaan akses pada pendidikan dan peran serta aktif dalam semua aspek kehidupan sosial, ekonomi dan politik sudah tidak diragukan lagi. “Itulah pondasi perdamaian abadi,” tegasnya.

Perdamaian, hak-hak asasi manusia, demokrasi, dan pembangunan berkelanjutan pada kenyataannya sangat terkait satu dengan yang lain. Tanpa yang satu dengan yang lain tak mungkin ada. Demokrasi tak mungkin tanpa perdamaian, dan perdamaian yang sebenarnya tidak mungkin tanpa demokrasi.

Namun, kata Ketua Ikatan Alumni Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Ciputat, itu demokrasi bukanlah sesuatu yang dapat diproduk besar-besaran dan diekspor. Hal itu harus terus-mmenerus dicari dan diasuh. Menurutnya, tidak ada rumus konstitusional yang secara sempurna dirancang untuk menghasilkan demokrasi yang sudah dibuat siap. Apa yang dapat dilakukan adalah menetapkan kondisi-kondisi dimana demokrasi dapat berkembang jika bibit-bibitnya sudah ada dalam benak penduduk dan warga bangsa.

Dia menegaskan bahwa para warga negara yang menjelaskan secara rasional yang menghormati martabat manusia dan yang berbagi suatu komitmen pada persamaan dan berusaha ke arah tujuan bersama adalah perlu jika demokrasi akan dipertahankan. Menurut mantan guru di Madrasah Darussalam Ciputat, itu di sinilah pndidikan memainkan peranan yang penting. Sebaliknya demokrasi memperkuat kesamaan akses pada pendidikan; peran serta aktif warga negara dalam semua aspek kehidupan sosial, ekonomi dan politik; dan menjamin kebebasan pemikiran dan ungkapan.

Dia mengemukakan bahwa maksud pendidikan untuk demokrasi pada hakekatnya adalah untuk mengembangkan eksistensi manusia dengan jalan mengilhaminya dengan pengertian martabat dan persamaan, saling mempercayainya, toleransi, penghargaan pada kepercayaan dan kebudayaan orang lain, penghormatan pada individualitas, promosi peran serta aktif dalam semua aspek kehidupan sosial, kebebasan ekspresi, dan kepercayaan beribadat. Jika hal-hal ini dapat diwujudkan, amak mungkinlah untuk mengembangkan pengambilan keputusan yang efektif, demokrasi pada semua tingkatan yang akan mengarah pada kewajaran, keadilan dan perdamaian.

Pembangunan Berkelanjutan : Perubahan-perubahan pesat dalam kehidupan ekonomi, politik, sosial dan budaya penduduk adalah ciri-ciri kunci kawasan di belahan dunai sekarang pada titik sejarahnya. Pertumbuhan dan perkembangan, sampai batas yang luas termasuk meningkatkan kepedulian tentang lingkungan dan kebudayaan.

“Jika kita akan memberikan makna pada pengertian hidup bersama dalam damai dan harmoni di negara kita, maka pertumbuhan ini mesti direncanakan dan dikelola dengan berhati-hati dalam konteks pembangunan berkelanjutan,” Syaykh mengingatkan.

Pengertian pembangunan berkelanjutan meliputi pertimbangan-pertimbangan lingkungan, ekonomi, sosial, dan budaya-politik yang perlu dialamatkan dengan cara yang holistik dan terpadu. Pembangunan berkelanjutan dibataskan sebagai mencapai pemenuhan yang abadi atas kebutuhan-kebutuhan manusia dan perbaikan kualitas hidup manusia.

Hal tersebut, katanya, mestilah menjangkau tingkat yang bijaksana, pembagian kesejahteraan ekonomi yang adil dan dapat dipelihara sehingga generasi-generasi masa depan dapat memenuhi kebutuhan mereka sama baiknya dengan generasi terdahulu. Dengan kata lain : Pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi persyaratan-persyaratan mas kini tanpa merusak kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Nilai-nilai inti yang merupakan fungsi sentral pada tema : Belajar untuk Hidup Bersama dalam Damai dan Harmoni, itu, yang pencapaiannya mutlak dilakukan melalui pendidikan yang seksama.

Dia menegaskan, tanpa disosialisasikan dalam pendidikan, cita-cita indah ini mustahil dapat terlaksana,. Berbagai strategi pencapaian melalui pendidikan harus dicanangkan dengan seksama. Visi dan prinsip inilah yang meneguhkannya selalu konsisten menyosialiasikannya melalui komunitas pendidikan. “Pendidikan, dan jalan pendidikan yang kita tempuh untuk menyosialisasikan ide adalah madzab kita,” ujar Syaykh Al-Zaytun.

Dia mengajak semua komponen bangsa untuk menjadikannya sikap yang mendarah daging, sampai semuanya itu tercapai. “Kita mesti yakin semuanya akan tercapai. Jangka pendek, menengah, dan jangka panjang mesti kita tempuh. Hidup bersama dalam damai dan harmoni harus dijadikan cita-cita abadi, terus dipikirkan dan diusahakan dalam pelaksanaan. Jika Anda berpikir satu tahun ke depan, taburkanlah bibit. Jika Anda berpikir sepuluh tahun ke depan, tanamlah pohon. Dan jika Anda berpikir ratusan tahun ke depan, didiklah umat manusia. Begitulah kata orang bijak bestari,” kata Syaykh.
(Sumber Majalah Berita Indonesia – 23/2006)
Bacaan Selanjutnya!

Tuesday, October 17, 2006

Al-Zaytun Sauh Menjemput Masa Depan

Mutiara Pemikiran Syaykh Al-Zaytun (5)
2020 Indonesia Must Be Strong
Oleh : Ch. Robin Manulang*)

Al-Zaytun adalah wahana untuk menjemput masa depan Indonesia yang Indah, sejahtera, toleran dan damai. Pernyataan ni mengacu pada kenyataan derap langkah Al-Zaytun hari-hari ini, yang menggemakan paduan suara iman dan takwa, budaya bersih dan sihat, science technology society (masyarakat sains dan teknologi), serta zone of peace and democracy, serta terencana dan terintegrasi.

Inilah miniatur Indonesia yang siap masuk ke zona toleran, damai dan demokrasi, melalui jalur pendidikan. Sekeras apa pun badai dan puting beliung menerpa, Al-Zaytun terus melangkah menapaki masa depan bangsa dan negara Indonesia yang lebih kuat lebih cerdas, demokratis, lebih sejahtera, lebih toleran dan lebih damai. Kampus peradaban yang visioner ini telah memelopori dan diyakini akan membawa kebangkitan bangsa Indonesia, yang mayoritas muslim, dalam zone of peace and democracy.

Sejenak menoleh kebelakang, dalam kehidupan berbangsa, tidak selamanya apa yang kita langkahkan akan selalu tepat dan benar. Menyikapi hal ini, Syaykh AS Panji Gumilang mengatakan, sebagai bangsa kita dapat menghentikan langkah yang the wrong direction, karena kita mestinya selalu berkemampuan untuk meyetopnya, yang kemudian mengadakan change direction dan melanjutkan dengan langkah baru. Atas pertimbangan itu, kini Al-Zaytun melangkah maju dan terus maju ke depan.

Dalam konteks berbangsa, kita telah mencatat berbagai langkah dalam meniti visi perjalanan bangsa ini, dengan menampilkan berbagai simbol pemerintahan, dari sejak kemerdekaan hingga hari ini. Semua langkah yang telah diambil, telah dapat dirasakan oleh setiap warga negara, secara langsung maupun tidak langsung.

Menurut Syaykh, bentuk dari seluruh langkah yang diproduk oleh leadership para leaders bangsa Indonesia selama ini adalah ketergantungan terhadap kekuatan dan bantuan luar (dalam kata lain, untuk menjalankan program pembangunan, selalu bergantung kepada utang luar negeri); dan dalam pelaksanaan program human development (khususnya pendidikan) belum mengalokasikan anggaran yang bermakna. Apabila bentuk seperti ini dipertahankan, amak sesuatu yang paling dikhawatirkan terhadap eksistensi Indonesia dapat terjadi (disintegrasi).

Maka dalam perspektif pandangan Syaykh Al-Zaytun, Indonesia pada tahun 2020 dapat menjadi bangsa yang demokratis, toleran dan damai, apabila ditata dengan baik, terutama melalui jalur pendidikan yang visioner, pendidikan bervisi toleransi dan perdamaian. Sebab, makin banyak kader terdidik dengan jiwa toleran dan damai, semakin jayalah Indonesia. Semakin tebal rasa cinta damai dan toleransi semakin kokoh Indonesia. Tidak ada lagi yang ingin memisahkan diri dari Indonesia. Sebab, adanya keinginan pisah dari Indonesia adalah karena tidak adanya toleransi dan damai.

Sementara itu, kata Syaykh, apa yang diajarkan Islam, adalah toleransi dan damai. Agama lain juga mengajarkan toleransi dan damai. Kalau rasa toleran dan damai itu dipertebal dan kader seperti itu semakin banyak, dengan kehadiran Al-Zaytun dan lembaga pendidikan yang visioner lainnya, Indonesia akan semakin besar dan kokoh.

Dengan demikian, menjelang 2020, jika Indonesia ditata dengan toleran dan damai, akan lebih makmur dari sekarang, karena mampu mendaya-gunakan lingkungannya dengan baik, mampu menata ekonominya dengan baik, terbebas dari sikap-sikap tercela dan mampu hidup setara dengan bangsa-bangsa maju lainnya. Tahun 2020, bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang cerdas, bajik-bijak menguasai sains dan teknologi, serta cinta negara. Indonesia yang tidak terpecah-belah, Indonesia Raya.

Setidaknya, itulah proyeksi makro masa depan Al-Zaytun (bangsa Indonesia) yang telah dijemput nyata hari-hari ini melalui konsep pendidikan terpadu (pendidikan-ekonomi dan ekonomi-pendidikan yang bersifat global). Masa depan yang dijemput dengan sebuah visi dan iman yang telah menjadi dasar dari segala sesuatu yang diharapkan dan bukti dari segala sesuatu yang belum dilihat. Sekaligus membangkitkan tekad dan harapan, sebagai sauh yang amat kuat bagi jiwa bangsa ini, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, menembus tahun 2020, bahkan beribu-ribu tahun ke depan.

Proyeksi 2020, Indonesia Punya Nuklir

Masa depan adalah sesuatu yang diciptakan. Setiap individu maupun kelompok berhak menjadi arsitek masa depan yang diinginkan, termasuk masa depan bangsa dan negaranya. Masa depan mesti dipersiapkan, ditata untuk dititi. Masa depan adalah suatu perjalanan panjang yang tentunya dimulai dengan langkah petama dan langkah-langkah berikutnya secara terencana dan berkelanjutan.

Begitu pula eksponen Al-Zaytun mendesain masa depan kampus peradaban ini. Diproyeksikan, tahun 2010-2020, Kampus Al-Zaytun Indramayu sudah menjadi pusat pendidikan tinggi. Pendidikan dasar dan menengah telah disebar ke berbagai daerah. Dalam periode ini, Al-Zaytun secara paripurna telah dana akn mempersiapkan kader bangsa, bersama lembaga pendidikan lainnya, sehingga bangsa Indonesia dapat masuk ke zone of peace and democracy, menuju hidup yang setara dengan negara maju.

Tatkala Al-Zaytun sudah berumur 15 tahun, sudah sampai pada strata tertinggi dalam pendidikan doktor dan sebagainya. Maka, kata Syaykh, karena sejak dini Al-Zaytun sudah membudayakan basisi kehidupan yang toleran dan damai, alumninya pun akan mampu menata kehidupan di Indonesia ini, menjadi dunia yang lain dibandingkan hari ini (Indonesia yang masih tidak toleran, tidak mampu hidup rukun, tidak mampu damai), menjadi Indonesia yang tertata baik penuh toleransi dan berbudaya cinta damai.

Syaykh melihat, sangat boleh jadi pada tahun 2020 bangsa Indonesia sudah mempunyai nuklir, kalau dipersiapkan sejak sekarang ini. “Sehingga diplomasi antar-bangsa dapat berimbang. Sekarang belum berimbang karena Indonesia belum punya kekuatan. Belum ada penguasaan teknologi. Tatkala Indonesia sudah terdidik dengan baik, demokrasi akan tumbuh dengan baik. Demokrasi tidak akan tumbuh tanpa pendidikan. Dengan pendidikan, ekonomi akan tumbuh dengan baik pul. Food and agriculture akan tumbuh dengan baik. Seluruh aspek kehidupan akan tumbuh dengan baik pada 2020. Indonesia must be strong,” kata Syaykh dalam wawancara dengan Majalah Tempo, Juni 2002. “Rakyat tidak lagi kurang makan, seperti sekarang ini,” kata Syaykh dalam percakapan dengan wartawan Berita Indonesia belum lama ini.

“Kalau kita bicara nuklir, itu manusia terdidik. Pada 2020 peta dunia akan berubah. Jika peta dunia abad 20 ada Blok Barat dan Blok Timur. Uni Soviet dihancurkan, maka habislah komunis (Timur). Kemudian Timur yang komunis dilobi oleh Barat. Barat akan menyatu dan menjelma menjadi Blok Utara, yang mencari sasaran Selatan, itulah kita bangsa yang masih miskin tapi muslimnya banyak. Kalau Indonesia tidak cepat bangkit dalam bidang pendidikan akan jadi sasaran (objek). Kalau bangkitnya melalui pendidikan akan selamt, tapi kalau bukan melalui pendidikan, tidak akan selamat,” kata Syaykh.

Proyeksi Al-Zaytun

Dalam jalur pendidikan itulah Al-Zaytun berkiprah secara konsepsional, terpadu dan profesional serta ber-setting intenasional. Sebuah program pendidikan terpadu yang sejak mulai dirintis bertalian dengan dua kata “pendidikan-ekonomi” atau “ekonomi-pendidikan”, yang kemudian menjadi strategi dasar perjuangan dan pembangunan terus dikumandangkan. Dua elemen itu selalu dirangkai menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan.

Pada tahap lima tahun pertama (1999-2003), platform pembangunan komunitas Al-Zaytun difokuskan pada pembangunan pendidikan, diikuti pembangunan ekonomi. Selama lima tahun pertama itu basis-basis ekonomi mandiri sudah mulai tampak. Kemudian, memasuki tahun 2004 sebagai pintu dari periode lima tahun kedua (2004-2008), pembangunan ekonomi mulai mendapat porsi yang lebih besar dari pada periode lia tahun pertama. Tentu saja sektor pendidikan tetap sebagai wahana dan motor penggeraknya.

“Lima tahun ke depan kita sudah harus berbicara basis yang punya keuntungan, meskipun tidak direct. Sudah waktunya bagi kita untuk mengembangkan suatu kegiatan ekonomi yang hakiki,” kata Syaykh AS Panji Gumilang dalam pembukaan rapat perumusan program lima tahun kedua.

Artinya, meskipun tetap berbasis pada strategi pendidikan-ekonomi dan ekonomi-pendidikan, sudah waktunya untuk berorientasi pada perhitungan ekonomi. Kegiatan ekonomi hakiki, yang kemudian disesuaikan dengan ekonomi post-modernisasi yang menyatakan, “mmodal sebesar mungkin untuk mencapai keuntungan sebesar-besarnya.” Pertanyaannya, modal dasar untuk pengembangan ekonomi pada fase lima tahun kedua ini dari mana?

Atas dasar itu, maka program pengembangan pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi harus sudah memberikan keuntungan. Tidak seperti program pendidikan Al-Zaytun yang saat ini masih berupa subsidi kepada siswa.

Jika pada periode lim tahun pertama seluruh kekuatan dana yang dimiliki dikerahkan untuk memforsir pembangunan fisik – dengan hasil yang sudah bisa dilihat hari ini – maka dengan pencapaian fasilitas fisik yang ada dirasa sudah cukup untuk mendukung program pendidikan menengah Al-Zaytun. “Bermakna persiapan yang mendasar sudah dianggap selesai,” ujar Syaykh Al-Zaytun.

Selama lim tahun pertama, pembangunan fisik mendapat porsi pendanaan yang sangat besar. Ini wajar mengingat pada periode itu fasilitas fisik amat diperlukan untuk mendukung Al-Zaytun yang berus saja melakukan start. Maka pada periode lima tahun yang kedua porsi dana yang selama ini untuk pembangunan fisik didistribusikan untuk empat peruntukan, yakni (1) pembangunan kegiatan ekonomi tahap pertama, (2) pembangunan fisik dalam kampus, (3) pembangunan fisik luar kampus dan (4) pembangunan asrama bersama bagi eksponen, guru dan karyawan Al-Zaytun.

Dari empat peruntukan itu, dua peruntukan dicanangkan menghasilkan keuntungan yang akan menyubsidi silang dua peruntukan lainnya. Peruntukan ekonomi dan pembangunan luar bandar mensubsidi silan gpruntukan pembangunan dalam bandar dan asrama bersama.

Pertama, Pembangunan Ekonomi. Pengembangan ekonomi lima tahun fase kedua tetap menjadikan agribisnis sebagai basis pengembangan, tanpa mengesampingkan basis-basis lain seperti perdagangan dan sebagainya. Ada dua program utama yang ditempuh, yakni program langsung menghasilkan keuntungan dan program persiapan pengembangan ekonomi lima tahun berikutnya (2009-2013). Program pertama berupa budidaya itik petelur, perikanan dan pertanian (termasuk didalamnya perkebunan). Target pencapaian yang dipasang per bulan 30 ribu itik yang dibudidayakan, meski mampu menghasilkan 708 ribu telur dan perikanan berkapasitas produksi 30 ton perbulan.

Selain itik, ditargetkan pencapaian program ekonomi dengan modal sebesar-besarnya dan berharap meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Keuntungan itu di luar program kedua yang berorientasi pada breeding program atau peternakan sapi sehingga pada tahun terakhir mampu menghasilkan sapi-sapi unggul berkualitas unggul yang oleh Syaykh AS Panji Gumilang diistilahkan dengan F4. Nantinya sapi-sapi itulah yang akan dikelola oleh warga Al-Zaytun yang bersedia mengembangkan ekonominya di jalur peternakan.

Kedua, Pembangunan Dalam Bandar. Pembangunan dalam bandar maksudnya penyiapan fasilitas fisik di dalam kampus Al-Zaytun pusat di Indramayu, kecuali asrama bersama. Selain pembangunan gedung-gedung perkuliahan dan asrama yang telah memiliki nama dan plus kelengkapannya, fasilitas lain yang dibangun antara lain pelurusan dan pelebaran kali di kawasan selatan kampus. Rencananya, kali yang sudah ada aka diperlebar menjadi 50 meter dengan kedalaman 5-6 meter sepanjang 2 km. “Fasilitas itu selain berfungsi sebagai waduk penampung air juga dirancang untuk bisa digunakan sebagai fasilitas olahraga dayung,” papar Syaykh.

Ketiga, Pembangunan Luar Bandar. Program pembangunan luar bandar yaitu pembangunan sarana pendidikan di luar kampus pusat Al-Zaytun Indramayu. Pembangunan luar bandar dirancang telah menghasilkan keuntungan sebelum lima tahun kelima. Keuntungan itu dicanangkan diperoleh dari sekolah-sekolah dasar yang akan dibangun di beberapa tempat, terutama di kota besar. Sekolah-sekolah dasar yang akan dibangun itu adalah sekolah dasar yang diperuntukkan bagi kalangan menengah ke atas.

Sedangkan untuk fungsi sosial, guna menampung anak-anak karyawan dan guru, sekolah dasar bagi mereka dibuka di dalam kampus Al-Zaytun Indramayu. Sekolah dasar di Kota Besar itu bernama “Al-Zaytun Global Elementary School” dengan sistem barding school bagi siswa kelas IV, kelas V, dan kelas VI.

Dalam jangka panjang, direncanakan Kampus Al-Zaytun Indramayu akan menjadi pusat pendidikan tinggi, Universitas Al-Zaytun Indonesia yang sudah berdiri sejak Juli 2005. Pendidikan dasar dan menengah disebar ke berbagai daerah. Pada tahap awal telah dibuka enam fakultas, yakni Fakultas Pertanian Terpadu, Fakultas Teknik, Fakultas Kedokteran dan Kesihatan Masyarakat dan Fakultas Bahasa.

Keempat, Asrama Bersama. Program asrama bersama ini sudah sejak lama dicanangkan. Namun pada periode lima tahun kedua, program ini mendapat perhatian serius. Konsep dasarnya, perumahan bersama yang ada menampung keluarga-keluarga karyawan, guru dan eksponen plus mahasiswa yang indekos kepada penghuni perumahan. Oleh karena keterbatasan lahan, asrama bersam ini dirancang berbentuk flat vertikal. Ada dua tipe yang direncanakan, yakni Tipe 120 dan Tipe 72. “Perumahan yang disebut asrama bersama itu juga untuk mempersiapkan pembentukan desa baru,” kata Syaykh. Biaya pembangunan untuk hunia ini pu disubsidi oleh keuntungan dari sektor pembangunan ekonomi dan pembangunan luar bandar.

Evaluasi Secara Berkala

Untuk dapat melihat keberhasilan pendidikan secara keseluruhan, diperlukan waktu yang panjang. Barometer untuk mengukur (mengevaluasi) suatu keberhasilan itu pun beraneka ragam. Salah satu adalah alat ukur kenyataan dari oautput yang dihasilkan dalam kiprahnya di masyarakat. Namun, yang jelas, demi mengantisipasi keberhasilan yang harus dicapai sesuai target, mutlak dilakukan evaluasi yang terprogram secara berkala.

Al-Zaytun melakukan langkah-langkah evaluasi, bukan hanya evaluasi akademik yang diharuskan kurikulum tapi lebih dari itu, setiap pekan. Pada setiap Jum’at pagi, seluruh civitas Al-Zaytun khususnya para pelaku didik berkumpul mengikuti program yang disebut “Qobliyah Jum’at”.

Qobliyah Jum’at bukanlah bentuk shalat ritual yang kebanyakan orang lakukan sebelum shalat Jum’at, melainkan aktivitas evaluasi pekanan tentang pendidikan yang dilaksanakan selama satu pekan. Dalam forum ini Syaykh memberikan petunjuk, solusi, evaluasi, informasi, motivasi, dan berbagai hal tentang apa saja yang bersinggungan dengan pendidikan.

Bersama Dewan Guru dan instansi-instansi terkait tidak ada soal-soal yang tidak terpecahkan. Dalam forum mingguan ini segala apa yang direncanakan dan dilaksanakan dievaluasi secara cermat. Sehingga semua program dapat berhasil secara optimal.

Selain evaluasi mingguan, pada setiap tahun juga dilaksanakan sidang Litbang (penelitian dan pengembangan). Sidang Litbang ini mengikut-sertakan seluruh unsur terkait di Al-Zaytun. Tujuannya menyempurnakan kebijakan-kebijakan yang telah diambil pada masa setahun yang sudha lewat, sekaligus menentukan program-program yang akan dilaksanakan satu tahun mendatang. Dengan demikian keberhasilan dan kegagalan suatu program dalam tahap tertentu dapat segera dievaluasi sehingga para pelaku didik dapat segera mengambil langkah-langkah konkret untuk tetap pada frame yang telah ditetapkan.

Kemudian ada juga evaluasi tiga tahunan. Siklus tiga tahunan ditempuh sesuai kebijakan dalam hal memperingati milad (ulang tahun) Al-Zaytun. Siklus tiga tahun itu, menurut Syaykh, ditempuh karena laku lampah Al-Zaytun selama tiga tahun dipandang sudah bisa dijadikan landasan untuk menggenjot langkah iga tahun ke depan. Hasil tiga tahun itu, menurut Syaykh, sudah qurrata a’yun. Itu artinya, milad bermakna juga sebagai ajang evaluasi. “Jika setahun sekali terlalu cepat, banyak program belum terlaksana sehingga khawatir banyak bicara, sedikit sekali kerja,” jelas Syaykh.

Era Globalisasi : Iptek Tak Bisa Dihentikan

Syaykh AS Panji Gumilang dalam taushiyah pada sarasehan evaluasi tiga tahunan ketiga mengingatkan di era globalisasi ini, laju ilmu pengetahuan dan teknologi seolah tak mampu di rem. Siapa yang tertinggal akan ditinggal. Disamping dampak manfaatnya, ternyata laju itu memiliki dampak lain jika sains dan teknologi telanjang danberjalan sendiri. Menyikapi laju sains dan teknologi yang seperti ini, Syaykh menyimpulkan perlunya sebuah budaya atau pengembangan pemikiran cita-cita yang sihat dan bersih, dalam makna fisik dan nonfisik.

Menurutnya, manusia yang mampu menggunakan sains dan teknologi untuk memberi manfaat besar kepada umat manusia adalah manusia yang mempunyai nilai tawwabin dan mutathahhirin (dari konsep Allah : ‘innallaha yuhibbu al-tawwabin wa yuhibbu al-mutathahhirin).

“Budaya sihat dan bersih dalam makna fisik dan non-fisik ini menjadi syarat mutlak bagi umat manusia jika ingin menggenggam sains dan teknologi yang pada dasarnya berasal dari Ilahi. Lihat keterkaitannya dengan konsep Allah yang lain, “anna al-ardhl yarisuha ‘ibadiya al-shalihuun,” bahwa Allah mewariskan buminya kepada hamba yang saleh yang salah satu definisinya al-thawwab-in dan al-mutathahhirin. Manusia seperti itulah yang akan mampu mewujudkan masyarakat sains dan teknologi,” kata Syaykh.

Sementara itu, katanya, saat ini (abad 21) sains dan teknologi semakin bayak dimanfaatkan untuk dapat menciptakan satu kondisi dunia yang damai. Diharapkan, manusia-manusia yang ada di dunia akan makin enggan berperang setelah melewati abad 20 yang dipenuhi onak duri serta akibat peperangan yang mengerikan, sejak Perang Dunia (PD) I, PD II, dan PD III (Perang Dingin). Pada abad ke-21 ini pula negera-negara maju mulai membuat zona damai dan demokrasi (Zone of Peace and Democracy) dengan satu perjanjian “tidak saling menyerang satu sama lain.”

“Mirip seperti Piagam Madinah yang dicetuskan Rasullah SAW 14 abad silam. Dalam konstelasi global yang demikian itu, tercetuslah sebuah pertanyaan,” Indonesia mau dibawa ke mana?” Jawabannya tentu dibawa masuk ke dalam zone of peace and democracy sebab zona itulah yang akan membawa ketenteraman ekonomi dunia, ketentraman teknologi dunia, dan ketenteraman kebudayaan dunia.” Syaykh Panji Gumilang menjelaskan.

Untuk menuju kepada tiga konsep tersebut, baik budaya bersih dan sihat, science and technology society maupun zone of peace and democracy, Al-Zaytun bersikap, “ketiganya hanya bisa ditempuh melalui pembiasaan yang bersifat format, yaitu pendidikan.” Alasannya, pembiasaan yang non formal tak mudah diciptakan.

Membentuk masyarakat yang berbudaya bersih dan sihat harus melalui pembiasaan yang terprogram (pendidikan); membentuk masyarakat sains dan teknologi juga melalui pembiasaan yang terprogram (pendidikan); dan untuk mempersiapkan Indonesia masuk ke dalam zone of peace and democracy juga melalui pendidikan. Itulah yang sedang ditempuh oleh segenap civitas Al-Zaytun.

Syaykh juga memberikan jawaban atas pertanyaan : “Apakah demokrasi sesuai dengan Islam?” sebuah pertanyaaan yang mungkin dari adanya “cendikiawan” Islam yang berprinsip bahwa demokrasi berasal dari Barat sehingga tak tepat jika dijadikan landasan kehidupan muslim. “Kita tidak harus menjawab sesuai dan tidak sesuai, sebab sudah sejak lama Islam mengenal jumhuriyyah. Jika demokrasi itu diterjemahkan dengan jumhuriyyah, maka maknanya no problem. Lagi pula bukankah segala sesuatu itu datangnya dari ilahiah, sehingga dulu ada yang mengatakan vox ppuli vox dei, suara rakyat adalah suara Tuhan?” jelas Syaykh.

Kebutuhan Pangan Aktual

Sayaykh juga menegaskan perihal kebutuhan pangan yang aktual. Menurut Syaykh, science and technology society dan zone of peace and democracy hanya akan dicapai setelah masyarakatnya berbudaya hidup yang sihat dan bersih. Sedangkan kehidupan yang sihat dan bersih akan tumbuh dari kebutuhan pangan yang cukup. Dan di Indonesia, beras menjadi sumber kebutuhan pangannya.

Sayangnya, beras Indonesia masih belum bisa bersaing dengan bersa yang diproduksi oleh petani luar negeri sehingga masih ada masyarakat Indonesia yang memakan beras produk luar negeri. Impor beras terjadi karena harga beras yang diproduksi mahal, sementara jumlahnya juga tak mencukupi hajat beras nasional, selain mungkin karena rasanya lebih enak. Sementara itu, harga beras impor lebih murah sehingga konsumen beras di Indonesia akan selalu memilih beras yang murah itu.

Menyikapi hal itu, Al-Zaytun bersikap, alangkah indahnya jika mulai sekarang petani-petani Indonesia diajak untuk berbicara dan berbuat untuk memperbanyak produk, meningkatkan kualitas dan menurunkan harga beras. “Kita tidak setuju menaikan harga padi, karena akan menaikkan harga beras,” tegas Syaykh. Ia pun menyampaikan sikap Al-Zaytun untuk menyetop kekuatan pangan dari luar dan mempertahankan pangan dalam negeri.

Menurutnya, salah satu kelemahan sistem produksi perberasan nasional adalah penggunaan pupuk yang kurang tepat. Sebagian besar petani masih menggunakan pupuk tunggal seperti urea, SP, atau KCI. Padahal negara-negara yang maju pertaniannya sudah menggunakan pupuk majemuk. Misalnya Australia dengan hasil 11 ton per hektar, lalu Mesir (10,2 ton per ha), diikuti Spanyol, Amerika, Jepang, dan Korea Selatan. Bandingkan produksi petani Indonesia yang asih 4 ton per hektare. Maka Al-Zaytun bersikap agar industri pupuk nasional mengubah kebijakan pembuatan pupuknya dari pupuk tunggal menjadi pupuk majemuk.

Dengan itu Indonesia akan kembali menjadi gembong padi dunia, dan tidak menjadi ayam yang mati di atas lumbung padi. Tatkala itu tercapai, kata Syaykh, terwujudlah budaya bersih dan sihat (cukup makan) menuju terbentuknya science technology society dan zone of peace and democracy.

Begitulah Al-Zaytun dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi berbagai program dan kinerjanya yang selalu berorientasi kepada kepentingan bangsa dan negara Republik Indonesia secara utuh, hari ini, dan masa depan. Sumbangsih yang tak ternilai harganya bagi bangsa dan negara yang sangat memerlukan manusia-manusia terdidik. Generasi penerus yang mampu membawa bangsa Indonesia berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah di tataran internasional.

Pusat Kajian Tinggi

Skenario dan penerapan Sistem Pendidikan Al-Zaytun masa datang, tergambar pada skema sistem dan jenjang pendidikan yang berjalan dalam tiga jalur dan ditempuh selama 20 tahun, mulai dari tingakat asas (dasar), menengah, dan tinggi. Dalam skenario ini, Kampus Al-Zaytun Indramayu saat ini, akan diperuntukkan bagi operasional pendidikan tingkat perguruan tinggi. Pendidikan dasar dan menengah akan disebar ke berbagai daerah. Hal ini erat kaitannya dengna cita-cita untuk menjadikan Al-Zaytun sebagai pusat kajian tinggi pada masa 10-15 tahun ke depan.

Dalam jangka pendek diprogram membangun Al-Zaytun untuk tingkat menengah pertama di berbagai daerah. Maka, segala pengerjaan pembangunan di Al-Zaytun pusat, khususnya pembangunan gedung pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan kelas perkuliahan. (Sumber Majalah Berita Indonesia – 22/ 2006)
Bacaan Selanjutnya!